banner syari

Mengapa Masa Depan Milik Islam?

(Tulisan Kedua)

Oleh : Amran Nasution*

satummat.blogspot.com --There is no free-lunch. Sungguh sial nasib sebuah bangsa yang tergantung bantuan asing. Sejumlah anggota FPI yang diperiksa menolak menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) sebagai protes atas ketidak-adilan polisi. Sampai sekarang belum satu pun tokoh AKKBB yang menjadi tersangka. Padahal mereka dituduh melakukan provokasi.

Seharusnya DPR turun tangan mengawasi kasus ini. Ketidak-adilan polisi akan menyebabkan luka yang dalam pada bangsa ini – apalagi kalau benar itu disebabkan campur tangan Pemerintah Amerika Serikat.

Selebaran dan iklan di sejumlah koran yang berasal dari AKKBB tampaknya memang provokatif : semua yang tak setuju Ahmadiyah adalah mengabaikan konstitusi, memaksakan rencana mengubah Pancasila, pemecah-belah bangsa, dan membahayakan ke-Indonesiaan.

Artinya, mayoritas rakyat Indonesia yang tak bisa menerima Ahmadiyah, diberi stempel oleh AKKBB, yang tak lain dari kelompok liberal. Masalah ini sudah dilaporkan Habib Riziek tapi polisi belum bereaksi.

Di Amerika Serikat sendiri kaum minoritas seperti AKKBB, tak akan berani menyerang kelompok mayoritas. Malah sebaliknya, kaum minoritaslah yang selalu menjadi korban, apakah itu minoritas ras atau agama.

‘’Di Amerika Serikat, di bawah Amendemen pertama (the First Amendment) koran dan majalah bisa bilang apa saja yang mereka mau tentang group dan agama minoritas – sekali pun tak benar, provokatif, dan penuh kebencian – tanpa konsekuen hukum,’’ tulis Adam Liptak di dalam artikelnya di The New York Times, 12 Juni 2008.

Profesor Ilmu Hukum dari John F.Kennedy School of Government, Harvard University, Frederick Schauer, Februari tiga tahun lalu, menerbitkan essei berjudul: The Exceptional First Amendment . Di situ ditulisnya bahwa di banyak negara maju (terutama di Eropa), ejekan rasial, memperagakan atribut kebesaran Nazi, kebencian etnik, diskriminasi terhadap agama minoritas, diancam hukuman denda atau penjara. ‘’Tapi di Amerika Serikat, semua itu dilindungi konstitusi,’’ kata Profesor itu.

Awal bulan ini, artis seks zaman baheula, Brigitte Bardot, kini aktivis penyayang binatang, didenda pengadilan 23.000 dollar, karena menyerang penyembelihan domba yang dilakukan orang Islam di Perancis. Ia telah lima kali didenda karena kesalahan yang sama.

Di Austria, Sejarahwan Inggris David Irving, dihukum 3 tahun penjara karena menulis buku yang membantah holocaust, pembunuhan orang Yahudi oleh Nazi Jerman pada Perang Dunia II. Di Kanada, pada 1990, James Keegstra dihukum karena pernyataan anti-Semit. Kasus yang mirip ditemukan di Jerman.

Tapi di Amerika, Mahkamah Agung membebaskan Clarence Brandenburg, pemimpin Ku Klux Klan (KKK) Ohio pada 1969. Ia diadili karena memimpin demo bertema: mengusir pulang orang Yahudi ke Israel, dan menguburkan orang kulit hitam.

Kelompok sosialisme nasional dipimpin Frank Collin berbaris dengan uniform Nazi lengkap dengan lambang Swastika, melintasi perkampungan Yahudi di Skokie, Illinois, dan Marquette Park di Chicago pada 1977. Selebaran yang mereka bagikan: ‘’Mati untuk Yahudi.’’

Minoritas Muslim betul-betul tak tertolong, terutama setelah serangan teror 11 September 2001. Para tokoh Kristen Evangelical seperti Pat Robertson dan Jarry Palwel (meninggal tahun lalu) berkali-kali berpidato menyerang Islam dan Muslim, malah berteriak-teriak menyuruh mengebom Mekkah.

Presiden Bush berkali-kali menyebut Islamic-fascism (fasisme Islam) dalam pidato. Tulisan para kolumnis neo-konservatif – termasuk di koran terkemuka – selalu menyerang dan mengejek Islam dan Muslim.

Mereka Gunakan Jargon Presiden Bush

Sekarang, majalah terkemuka di Kanada, The Maclean, sedang bermasalah karena memuat laporan utama berjudul “Why The Future Belongs to Islam’’ (Mengapa Masa Depan Milik Islam). Majalah itu akan dibawa ke pengadilan atas pengaduan masyarakat Muslim setempat. Ia dianggap menebarkan kebencian kepada Islam. Antara lain, ditulis: Islam mengancam nilai-nilai Barat. Angka pertambahan penduduknya tinggi menyebabkan Islam akan menguasai Eropa.

Laporan itu ditulis Mark Steyn, penulis konservatif kelahiran Kanada, kini menetap di New Hampshire, Amerika, disarikan dari bukunya, America Alone, yang pernah menjadi buku terlaris di The New York Times Books, beberapa tahun lalu. Orang Islam di Amerika tak bisa mempersoalkan America Alone. Penulis dan penerbitnya dilindungi Amendemen Pertama.

Mark Steyn sendiri cukup beken di Amerika sebagai penulis penghasut perang. Di bulan Mei 2004, ia menulis artikel menuduh koran The Daily Mirror dan The Boston Globe memuat foto palsu tentara Inggris dan Amerika menyiksa orang Iraq. Foto itu, katanya, untuk menjelek-jelekkan Presiden Bush. Tulisannya menimbulkan reaksi dari koran yang ia tuduh. Ramai jadinya. Tapi Steyn tak peduli. Ia pernah ribut dengan Andrew Jaspan dari koran Australia, The Age, karena soal yang mirip.

Untuk Anda ketahui Mark Steyn-lah yang menulis kolom di Chicago Sun-Times, Januari 2007, mengatakan bahwa kandidat calon Presiden dari Partai Demokrat, Barack Obama, seorang Muslim. Obama, tulisnya, belajar di sebuah madrasah di Jakarta, dipimpin seorang imam radikal. Guna menambah seru cerita, Steyn menyebutkan bahwa tim Hillary Clinton, saingan Obama, telah memperoleh bocoran informasi itu.

Tapi dua hari kemudian, Chicago Sun-Times terpaksa mengoreksi tulisan Mark Steyn yang mereka sebut telah mencemarkan Obama dan menyerang Hillary Clinton. Lynn Sweet, mewakili koran itu, mengatakan bahwa tak ada bukti Hillary Clinton berkampanye dengan menyebarkan isu seolah-olah Obama menyembunyikan keislamannya.

Ia tambahkan bahwa John Vause dari CNN telah mengunjungi sebuah sekolah SD Negeri di Jakarta, tempat Obama belajar dari 1969 sampai 1971. Sebuah SD Negeri tentu beda dengan madrasah yang ditulis Mark Steyn. Terbongkar belangnya, Mark Steyn bersikap masa bodoh. Mungkin karena Obama yang diserangnya seorang minoritas kulit hitam.

Sikap seperti itulah yang dianut orang liberal di Indonesia. Hanya berbeda dengan Amerika yang menyerang kelompok atau agama Katolik, Mormon, Yahudi, dan belakangan terutama Islam, di sini yang diserang adalah kelompok mayoritas Islam. Mereka gunakan jargon perang melawan teror Presiden Bush: Islam radikal, Islam ekstrim, dan semacamnya.

Patrick Buchanan, intelektual dan penulis konservatif terkemuka, menulis di Real Clear Politics.Com, 17 Juni 2008, dengan judul “Return of the Censors’’ (Kembalinya Sensor). Tokoh yang pernah dua kali menjadi kandidat calon Presiden Amerika Serikat itu, menulis bahwa sebenarnya banyak orang yang setuju diperlukan semacam lembaga sensor.

Banyak yang percaya bahwa menerbitkan atau mengucapkan kebohongan, merusak nama baik, harus dihukum, dan bahwa ada sejumlah rahasia militer yang harus dijaga. Tak banyak orang yang percaya bahwa Hollywood bisa melindungi masyarakat dari polusi berbahaya yang meracuni anak-anak.

Sejarah Amerika bukan tak mengenal sensor. Presiden John Adam menandatangani undang-undang yang memenjarakan wartawan yang menulis berita fitnah. Abraham Lincoln, menekan koran yang menolak perangnya untuk memerdekaan budak. Sementara Woodrow Wilson memenjarakan Eugene Debs, seorang sosialis ,yang menolak perang.

Maka Patrick Buchanan, penulis buku Day of Reckoning, yang menggambarkan bobroknya Amerika sekarang dan meramalkannya akan terpecah-pecah, menyimpulkan apa yang terjadi di Kanada atau Eropa dalam soal kebebasan akan menyebar, termasuk ke Amerika Serikat. ‘’Ortodoksi baru sedang tumbuh,’’ tulisnya. [kedua habis/www.hidayatullah.com]

* Penulis adalah Direktur Institute for Policy Studies

1 comments:

Unknown mengatakan...

Masha Allah..!
http://islambaelah.blogspot.com/2011/01/day-of-reckoning-and-day-of-judgement.html

Posting Komentar

 

Mutiara Hadist

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada nabi setelahku” (Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil,)

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’juk lalu berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi”(Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a)

“Bani Israel dipimpin oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para kalifah yang akan menjadi penerusku (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

Postingan Terbaru

Recent Komentar