banner syari

Menteri Pertanian, Anton Apriantono: Kapan Masyarakat Indonesia Tidak Mendapatkan Beras?!

Benarkah di Indonesia saat ini terjadi krisis pangan?
Siapa yang mengatakan begitu? Saya lihat, yang berkata hanya pengamat dan politikus. Kapan masyarakat Indonesia tidak bisa mendapatkan beras?

Tapi, harga beras kan senantiasa naik, Pak?
Kapan harga beras di Indonesia saat ini yang terendah? Jika dibandingkan dengan harga beras di negara-negara produsen beras lainnya, saat ini harga beras di Thailand dan di Vietnam lebih tinggi. Demikian juga di Malaysia dan di Filipina. Semuanya lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia.

Itu kalau dibandingkan dengan harga beras di negara lain. Namun, harga beras kan naik dibandingkan dengan sebelumnya?
Lho, kalau harga beras tidak semahal sekarang, kapan petani dapat untung? Justru policy yang lama mungkin keliru. Harga beras ditekan sehingga petaninya miskin terus. Kan harga beras harus layak. Toh masyarakat yang miskin dikasih raskin. Solusinya kan itu. Target subsidi. Jadi sebenarnya, yang mengatakan beras mahal ini siapa? Golongan menengah ke atas? Tidak layak mereka mengatakan begitu. Bagi masyarakat yang kurang mampu ada raskin. Mereka mendapatkan 15 kg perbulan. Terlepas ada distribusinya yang tidak tepat, itu urusan lain. Maksudnya, itu permasalahan lain yang harus diselesaikan. Kalau disebut mahal, apa bandingannya? Tahun yang lalu, betul, di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand. Namun, sekarang terbalik.

Jadi, di Indonesia, harga beras naik?
Harga beras di Indonesia tidak naik, justru turun. Data BPS menunjukkan bahwa pada bulan April terjadi penurunan sekitar 2,5% jika dibandingkan dengan bulan Maret saat harga beras internasional naik. Harga beras internasional sudah di atas U$ 1.000. Adapun di Malaysia naik 70%. Di Filipina dan Thailand juga naik.

Sebenarnya Indonesia saat ini sudah swasembada pangan atau tidak?
Mengapa tidak? Coba sekarang kita lihat. Tahun 2007 sebenarnya impor kita sangat kecil. Tahun 2005 kita hanya import 176.000 ton, dari total produksi 33 juta ton. Itu kan kecil sekali. Cuma 1%. Tahun 2006 sekitar 476.000 ton. Sekitar 1,5 %. Baru tahun 2007, 1,3 juta ton. Sekitar 4% lah kira-kira. Tahun 2007 itu hakikatnya hanya untuk mengisi gudang Bulog saja. Sebab, pada bulan Maret di gudang Bulog ada 300.000 ton saja. Kemudian akhir Desember itu 1,6 itu juta ton. Jadi 1,2 juta ton itu masuk gudang Bulog untuk memperkuat stok. Nah, itu artinya, di luar itu adalah dari hasil produksi sendiri. Itu artinya swasembada. Swasembada itu artinya bukan tidak ada impor. Enggak ada di dunia ini yang tidak impor. Bukan itu definisinya. Yang benar, antara produksi dan konsumsi itu cukup.

Lalu terkait pernyataan Menteri Perdagangan, bahwa perlu impor karena stok beras nasional kurang. Bagaimana?
Itu masalahnya begini. Tahun 2006 kan terjadi kemarau panjang, sampai awal 2007, sehingga terjadi pengunduran panen. Oleh karena itulah, perlu langkah-langkah stabilisasi harga. Dikeluarkanlah stok dari Bulog. Nah, yang kurang itu stok di Bulog, bukan stok di masyarakat. Bukan berasnya kurang. Bukan. Jadi, jangan salah memahami. Kemudian diisilah dari impor untuk memperkuat stok karena kalau diisi dari dalam negeri, harga tambah naik.

Terkait dengan harga beras dunia yang terus naik, bisa tidak kita mendapatkan keuntungan?
Boleh saja, asal masyarakat harus rela, lagi-lagi harga beras harus naik. Nah, ini kan kontradiksinya di sini. Di satu sisi keinginannya ingin untung. Di sisi lain, harga beras tiak mau tinggi. Itu yang kita sering terjebak. Kita ingin petaninya sejahtera, namun di sisi lain ingin berasnya murah. Jadi, kita ingin mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga beras dunia, namun di sisi lain kita ingin harga beras murah. Bagaimana caranya?
Solusinya, ya raskin itu. Ada BLT dan yang lainnya. Dengan kata lain, masyarakat miskinlah yang mendapatkan subsidi. Artinya, dari harga kita tidak mengharapkan harga yang terlalu tinggi. Namun, itu kalau memang dari sisi produksi kia cukup, tetapi tidak tahun ini. Tahun ini, kalau pun ada kelebihan, kita akan pakai stok kebutuhan masyarakat, supaya tidak terjadi kekurangan. Kita perlu waktu hingga betul-betul aman untuk kita ekspor, baru kita ijinkan.

Jadi, ekspor beras akan ada peluang?
Ada, tapi tidak tahun ini.

Di masyarakat ada keluhan, mengapa impor beras itu menjelang panen raya?
Sekarang pertanyaannya adalah, memang berasnya masuk kemana ketika impor? Kalau berasnya masuk ke gudang Bulog, apa pengaruhnya dengan harga di masyarakat? Pernahkah terjadi pada tahun 2007, beras masuk, terus harga beras di tingkat masyarakat turun? Tidak, kan? Naik terus malah. Jadi, tidak ada hubungannya, karena memang berasnya masuk ke gudang Bulog. Berasnya tidak masuk ke masyarakat.
Itu sebabnya Pemerintah mengendalikan impor beras itu hanya oleh satu tangan, yakni Bulog. Bisa diatur penyerapan dan peruntukkannya, untuk mengamankan stok di gudang. Jadi, jika dikatakan, beras impor masuk terus harga turun, tidak betul itu. Kenyataannya harga ada kenaikan atau minimal stabil.

Apa tantangan-tantangan untuk mengaman-kan ketahanan pangan?
Memang, tantangannya banyak seperti perubahan iklim, konversi lahan, dll.

Terus, untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada bagaimana?
Kita menghimbau kepada Pemerintah daerah untuk tidak mengkonversi lahan. Pemerintah sekarang menyiapkan Undang-Undang Pengelolaan Lahan Pertanian Abadi untuk memperkuat pelarangan konversi lahan.

Pemerintah berencana menaikkan harga BBM. Adakah implikasinya bagi ketahanan pangan?
Tentu saja ada. Perkiraan kita tidak terlalu besar dari produksi karena benih kan kita kasih gratis, kemudian pupuk kan tidak naik harga eceran terendah (HET)-nya. Subsidinya memang naik, tetapi itu kan ditanggung oleh Pemerintah.

Masyarakat saat ini sudah teriak-teriak. Kenaikan bukan hanya masalah produksi saja, namun juga akan merembet ke sektor lainnya. Bagaimana ini?
Kita punya pilihan. Subsidi yang Rp 190 triliun itu dimakan oleh sebagian besar (80%) masyarakat lapisan menengah-atas atau lebih baik kita ambil dan kita berikan kepada orang miskin dengan program ketahanan pangan? Pilih mana sekarang? Memangnya buruh tani itu dapat apa dengan subsidi BBM? Bepergian juga jarang. Itulah bagian terbesar bangsa Indonesia. Iya, kan? Yang menikmati subsidi BBM itu siapa?
Memang, kalau BBM dinaikkan, masyarakat akan terkena dampaknya. Itulah sebabnya, masyarakat yang miskin ini mendapatkan kompensasi. Karenanya, ada program BLT, ketahanan pangan, raskin ditambah, benihnya dikasih, pupuknya tidak naik, dll. Ini semua kan suatu pilihan. Kalau saya, lebih memilih, ngapain kita mensubsidi orang kaya? Orang menengah ataslah maksudnya. Kalau saya lebih berani ekstrem. Dari Rp 190 triliun, cukuplah Rp 90 triliun untuk subsidi BBM. Yang Rp 100 triliun dipakai untuk subsidi langsung atau subsidi yang menciptakan lapangan pekerjaan dan mengerakkan sektor informal dan UKM.
Rp 100 trilun itu sudah luar biasa. Coba kita bayangkan. Kita punya program pengembangan agribisnis pedesaan. Kita memberikan Rp 100 juta perdesa untuk 11 ribu desa. Itu hanya menghabiskan dana Rp 1,1 triliun. Sekarang coba bayangkan, andai ada 70 ribu desa, lalu dikasih Rp 1 miliar, kan hanya membutuhkan Rp 70 triliun.
Sekarang mau pilih mana, menggunakan Rp 70 ribu triliun untuk subsidi BBM, atau kita kasih desa Rp 1 miliar namun bisa menggerakkan ekonomi desa. Beban kehidupan memang akan naik. Ya, tetapi dengan menggerakkan ekonomi desa, dengan Rp 1 miliar perdesa, saya yakin akan tertutupi itu. Orang mungkin gak ada lagi yang nganggur. Semua orang bekerja. Ada modal. Itu kan logika yang sangat sederhana.

Terkait dengan harga beras dunia, apakah karena kekurangan supply dan meningkatnya permintaan ataukah ada faktor lain?
Ada beberapa faktor. Kalau kita lihat produksi beras di seluruh dunia, ada yang meningkat dan ada yang turun. Tahun 2007 saja yang kita lihat. Yang paling tinggi peningkatannya justru Indonesia. Peningkatan produksi beras Indonesia dalam produksi beras dunia ternyata menyumbang peningkatan 36%. Vietnam tidak terlalu bagus karena mengalami musibah, gagal panen. Ketersediaan beras yang diperdagangkan memang kurang. Di samping itu, memang ada peningkatan konsumsi di Cina dan India. Kemudian beberapa negara memang menahan berasnya. Sebab, dengan adanya perubahan iklim ini, mereka khawatir.
Di samping itu, ada unsur-unsur spekulasi. Inilah kalau tatanan dunia ini dikuasai oleh kapitalis. Barang komoditi pokok pun dijadikan spekulasi. Kenapa harga minyak/BBM naik? Di mana logikanya? Apakah karena supply dan demand? Tidak. Dimana rasionya? Gak ada hubungannya dengan supply dan demand itu. Itu lebih karena spekulasi. Demikian juga, komoditi-komoditi naik, sebagian karena ada spekulasi; karena ada future trading. Itulah hasil dari ekonomi kapitalis, ekonomi liberal. Makanya dalam Islam itu, future trading gak boleh.

Jadi, yang diuntungkan dengan naiknya harga beras dunia, kapitalis juga?
Ya. Untuk kasus Indonesia, selain di bantu stoknya cukup, juga karena pedagang yang bermain dalam bisnis beras itu gak ada yang konglongmerat. Bulog kan satu-satu pedagang beras terbesar. Yang lain, ya sedang atau kecil-kecil saja, dan tersebar meluas di seluruh Indonesia. Di Vietnam dan Thailand itu sudah banyak pedagang-pedagang besarnya. Mereka biasa ekspor, kan? Nah, itulah kenapa harganya mengikuti harga internasional. Jadi, itulah kenapa harga beras di Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh harga beras dunia. Karena tadi, stok cukup dan tidak adanya pedagang besar.

Petani sebagai tulang punggung produksi beras, semakin lama lahannya semakin kecil. Artinya, semakin lama, petani semakin tidak sejahtera. Bagaimana ini?
Pertama: jangan hanya bertumpu pada pertanian; pertanian dalam arti on farm, tapi bertumpu pada agribisnis; yakni pertanian yang bukan hanya bertumpu pada on farm, tetapi juga off farm, usaha dari hulu hingga hilir.
Kedua: jumlah petani on farm harus dikurangi. Caranya dengan reform agrarian: memberikan lahan di tempat lain kepada petani; memberikan lapangan kerja. Sektor-sektor lain juga harus berkembang. Coba saja perhatikan, yang disebut petani di Indonesia sebetulnya ada petani yang punya lahan; ada yang punya lahan cukup luas dan ada yang gurem; ada juga petani penggarap yang tidak punya lahan; ada yang disebut buruh tani. Buruh tani dan penggarap inilah bagian terbesarnya.

Di sisi lain, adanya pembangunan di kota yang tidak sebanding dengan di desa menyebabkan urbanisasi besar-besaran di kota. Bukankah jika demikian secara sistemis jumlah petani terkurangi?
Enggak juga sebetulnya. Kalau dilihat dari angkanya, sektor pertanian masih terbanyak menyerap tenaga kerja, sekitar 40%, dan tiap tahun naik. Ini seharusnya harus berkurang. Jadi, jumlah petani setiap tahunnya naik. Yang naik petani gurem. Ya, karena sektor lain kurang berkembang. Akhirnya, mereka menyerbu sektor pertanian yang masih bisa menyerap tenaga kerja. Ini tentu tidak sehat.
Tantangan yang ada adalah turunnya daya beli. Keterjangkauan terhadap pangan. Kalau itu betul. Bahkan masih banyak masyarakat kita yang miskin. Makanya, solusinya adalah meningkatkan daya beli mereka. Terus juga masih adanya pengangguran. Artinya penciptaan peluang kerja. Khusus untuk pangan, kuncinya ada dua. Pertama: harus punya cadangan pangan yang cukup. Kedua: produksi yang harus ditingkatkan. Itu secara makro. Secara mikro, masyarakatnya harus rajin menanam dan menabung. Artinya, di setiap rumah harus ada cadangan yang cukup. Yang namanya pangan, tidak harus beras. Bisa ubi jalar, jagung, dll. Di setiap RT minimal harus ada 500 kg beras. Kalau ada stok jumlah segitu, insya Allah aman.

Ada upaya sistemik/kebijakan yang ditempuh?
Kita dorong saja masyarakat untuk seperti itu. Sebab, secara tradisi di beberapa daerah itu dilakukan. Ada yang disebut beras perelek, jumputan, lumbung desa, dll. Nah, itu harus dibangkitkan lagi. []

Sumber : Majalah Islam Al Wa'ie Edisi Juni 2008

0 comments:

Posting Komentar

 

Mutiara Hadist

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada nabi setelahku” (Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil,)

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’juk lalu berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi”(Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a)

“Bani Israel dipimpin oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para kalifah yang akan menjadi penerusku (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

Postingan Terbaru

Recent Komentar