banner syari

Nasional atau International?


Abu Ibrahim
Aktifis Dakwah di CIDE (Center Islamic Dakwah and Education),
Station Street, Tempe. NSW- Australia.

Memahami kepopuleran kata nasionalisme adalah karena adanya penjajah yang mendominasi kuat pada suatu negeri yang dijajah sehingga masyarakat negeri tersebut bahu-membahau untuk mengusir si penjajah. Kata inilah yang mempersatukan masyarakat pada pihak negeri yang terjajah. Namun, ketika penjajah hengkang dari bumi jajahannya, mereka pun merasa terpuaskan oleh hasil yang didapati dari ide ini: berhasil mengusir penjajah.

Berangkat dari sinilah, sang tokoh merasa perlu untuk mempertahankan ide itu. Dibuatlah struktur negara yang baru merdeka itu dan sekaligus undang-undangnya, bahasa nasionalnya, peta teritorial negaranya, benderanya bahkan lagu kebangsaannya untuk menjaga eksistensi kemerdekaannya itu. Anehnya, penjajah yang sudah tidak lagi ada di bumi terjajah masih bisa mengatur pengurusan tetek-bengek dalam mengisi program dan persiapan itu. Padahal sang penjajah yang hengkang itu tidaklah pernah mengadopsi ide itu sejak awalnya, walaupun mereka sama-sama mempunyai negara. Ide mereka tetap idealis dan global.

Si penjajah tidak pernah disatukan oleh nasionalisme itu, tetapi oleh sebuah ideologi, yaitu “kapitalis” atau “sosialis”. Dalam hal ini antara negeri yang pernah dijajah dan negeri pejajah masih tetap berbeda, dan jauh tertinggal dalam kemajuan mengatur dunia. Bahkan secara tidak langsung hegemoni penjajah tetap dominan dan negeri yang dijajah tetap terjajah dan membebek.

Pertanyaannya sekarang, apakah kaum Muslim yang mempunyai ideologi sahih peninggalan Nabi saw. dan para Sahabatnya harus convert dengan dua ideologi buatan orang kafir itu? Artinya, apakah kaum Muslim telah siap menjadi penjajah seperti mereka yang tidak mengenal halal dan haram dalam segala aksinya? Bahkan seluruh kebijakan domestik dan foreign policy-nya hanya menggunakan satu alat, yaitu “manfaat”.

Memang, di seluruh negeri kaum Muslim para rezimnya sanggup mengadopsi salah satu dari dua ideolog tersebut. Namun, apakah pernah sukses jika suatu negara tidak didukung dari rakyatnya. Impossible! Sebab, Islam tidak menghalalkan adanya ide kufur dalam kehidupan kaum Muslim apalagi dominasi. Allah Swt. Berfirman (yang artinya): Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk mendominasi orang-orang Mukmin. (QS an-Nisa [4]: 141).

Kapan lagi kita berani dan tidak malu-malu untuk mengatakan bahwa hanya akidah Islam satu-satunya asas dari sebuah negara dan hanya Khilafah satu-satunya sistim negara untuk dunia Internasional. Allâhu akbar!


0 comments:

Posting Komentar

 

Mutiara Hadist

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada nabi setelahku” (Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil,)

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’juk lalu berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi”(Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a)

“Bani Israel dipimpin oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para kalifah yang akan menjadi penerusku (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

Postingan Terbaru

Recent Komentar