banner syari

Sambut Ramadhan, Perkokoh Perjuangan Syariah dan Khilafah

Alhamdulillah kita kembali memasuki bulan ramadhan yang mulia. Di bulan ini kita kembali diingatkan tentang pentingnya ketaqwaan, taqurrub illalloh, dan Al Qur’an. Semua pesan penting itu bermuara pada penegakan syariah Islam dan Khilafah.

Ketaqwaan, jelas merupakan harapan yang muncul dari pelaksanaan shaum ini.Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam firmannya :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.(QS al-Baqarah [2] 183).

Inti taqwa adalah ketaatan dan sikap hati-hati. Taat untuk menjalankan segala perkara yang diperintah Allah SWT. Juga hati-hati , penuh khawatir, senantiasa awas, kalau setiap perbuatan yang kita lakukan atau kita tinggalkan akan menghantarkan kita kepada siksa Allah SWT. Untuk taqwa jelas harus terikat pada syariah Allah SWT. Karena itu tidak ada ketaqwaan sejati, tanpa terikat pada seluruh syariat Allah SWT.

Bulan ramadhan juga adalah sarana lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqorrub ila Allah). Kuncinya , tidak sama sekali meninggalkan perkara yang wajib , tidak sama sekali melakukan perkara yang haram, dan memperbanyak amalan sunnah. Semua juga bermuara pada keterikatan pada syariah Islam.

Di bulan ramadhan ini kita banyak diingatkan tentang Al Qur’an. Allah SWT berfirman:

Bulan Ramadhan itu, adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). (QS al-Baqarah [2]: 185).

Al Qu’an jelas bukan sekedar dibaca , tapi al Qur’an adalah pedoman hidup yang harus diamalkan . Bersama As Sunnah , Al Qur’an menjadi sumber hokum syariah Islam. Menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup berarti menjadikan syariah Islam sebagai pengatur kehidupan kita dalam seluruh aspek kehidupan. Lagi-lagi muaranya adalah syariah Islam.

Karena itu bulan ramadhan sudah seharusnya lebih memperkokoh lagi perjuangan syariah Islam. Karena itulah yang diharapakan dari kita , mau terikat dan tunduk kepada syariah Islam. Sungguh dipertanyakan muslim yang shaum di bulan ramadhan tapi tidak mau tunduk kepada syariat Islam, bagaimana mungkin bisa bertaqwa tanpa terikat syariat Islam. Dipertanyakan juga yang banyak membaca Al Qur’an dibulan ramadhan , mengatakan Al Qur’an sebagai pedoman hidup , namun tidak mau diatur oleh syariah Islam. Padahal Syariah Islam merupakan pedoman hidup yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah.

Dan lebih dipertanyakan lagi ,siapapun yang bicara syariah Islam wajib tapi tidak mau menerima kewajiban khilafah Islam. Sebab bagaimana mungkin syariah Islam bisa diterapkan secara menyeluruh kalau tidak ada Khilafah sebagai institusi negaranya ? Sistem apapun tidak akan bisa diterapkan kalau tidak ada institusi negara.

Sistem kapitalis bisa tegak karena ada negara Kapitalis yang menerapkannya. Sosialisme bisa aplikatif, karena ada negara sosialis. Sistem Islam juga sempurna dan komprehensip begitu, tidak akan aplikatif kalau tidak ada negara yang menerapkannya. Karena , sulit menerima logika, syariah Islam bisa diterapkan secara menyeluruh tanpa negara.

Keberadaan negara Khilafah juga akan membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT. Sistem sekuler telah membuat kita split (terpecah). Ketika sholat menggunakan syariah Islam, ekonomi kapitalis. Saat shaum berdasarkan syariah Islam , sistem politik demokrasi. Sementara dengan keberadaan Khilafah seluruh aspek kehidupan kita mulai dari ibadah mahdoh (sholat, shaum, zakat) sampai mu’amalah seperti politik,ekonomi, sosial , pendidikan , akan menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, karena semuanya berdasarkan syariah Islam. Sebab, mendekatkan diri kepada Allah tentu saja dengan jalan taat kepada hukum-hukumnya (syariah Islam).

Dari sini kita bisa mengerti kenapa Syekh Ibnu Taimiyah dalam assiyasah-asysyar’iyah mengatakan kewajiban mengangkap kepala negara (imamah/Kholifah) dimana dengan itu manusia bisa taat kepada Allah dan Rosulullah merupakan afdhulul qurubaat (sebaik-baik mendekatkan diri kepada Allah SWT). Sebab ketika Kholifah menerapkan syariat Islam dalam seluruh kehidupan, artinya setiap aspek kehidupan yang kita lakukan adalah bagian dari ketaatan kepada Allah SWT.

Salah satu yang dikhawatirkan Rasulullah saw. dari puasanya kaum Muslim, yakni jika ibadah saum (puasa) terjebak pada rutinisme formal. Sekadar menahan diri dari hal-hal yang membatalkan, seperti makan dan minum. Dalam hal ini, menarik dicermati hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah dan Ath Thabrani dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda,“Berapa banyak orang yang berpuasa, hasil yang diperoleh dari puasanya hanyalah lapar dan hausnya saja.”

Beliau juga menekankan puasa bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga harus menahan dari perbuatan dan perkataan sia-sia (al-laghwi) dan perbuatan keji (ar rafasi). Tidak heran kalau Rasulullah saw. pada bulan Ramadan justru banyak mencontohkan banyak kesalehan sosial seperti memperbanyak sedekah. Bahkan, beberapa peperangan besar (jihad) justru dilakukan di bulan Ramadan seperti Perang Badar dan penaklukan Mekah (Fath Makkah).

Sebaliknya, coba kita evaluasi shaum kita saat ini. Dengan berat hati kita bisa katakan saum kita belumlah banyak membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat kita, apalagi membangkitkan masyarakat. Telah berapa kali Ramadan kita lewati, tapi umat tetap diliputi oleh berbagai persoalan berat seperti kemiskinan, kebodohan, dan konflik, dan penjajahan negara-negara Kapitalis.

Sering kali kemaksiatan kembali berulang setelah Ramadan berakhir. Mengapa ini terjadi pada kita? Sepertinya kita khawatir puasa kita terjebak pada rutinitas ritual. Padahal, seharusnya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan sahabatnya, Ramadan justru diisi dengan amal-amal besar yang menyebar kebaikan bagi masyarakat.

Perang Badar dan Fath Makkah merupakan akhir dari rezim penindas kafir Quraish yang selalu menghalangi manusia untuk menerima cahaya Ilahi dengan bertauhid kepada Allah. Rezim ini juga telah banyak menyengsarakan masyarakat dengan kebijakan-kebijakan jahiliyahnya. Seperti memperlakukan budak mereka dengan hina, menumbuhsuburkan pembunuhan terhadap anak-anak wanita yang dianggap merupakan aib. Sistem sosial dan ekonomi yang rusak pun dipraktikkan oleh rezim ini seperti kebiasaan curang dalam perniagaan, dan legalisasi perzinaan. Dengan Perang Badar dan Fath Makkah, kekuasaan rezim ini berakhir berganti dengan kekuasaan Islam yang menyebar rahmat, kasih sayang, kebebasan, kesejahteraan, dan keamanan.

Shaum Ramadan seharusnya menjadi energi positif yang didorong oleh kekuatan ruhiyyah untuk berbuat banyak bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebagaimana ibadah lainnya, saum seharusnya lebih mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT (taqorrub ila-Allah). Perubahan itu tidak lain adalah dengan memperjuangkan syariah dan Khilafah. Walhasil , marilah pada bulan ramadhan ini, kita lebih memperkokoh lagi perjuangan penegakan syariah dan Khilafah. Sahabat Rosulullah terdahulu telah membuktikan di bulan ramadhan justru mereka lebih bersemangat dalam berjuang. Bagaimana dengan kita ? HTI-Press. (Farid Wadjdi)

0 comments:

Posting Komentar

 

Mutiara Hadist

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada nabi setelahku” (Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil,)

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’juk lalu berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi”(Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a)

“Bani Israel dipimpin oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para kalifah yang akan menjadi penerusku (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

Postingan Terbaru

Recent Komentar