banner syari

Dakwah Ideologis

Judul tulisan kali ini adalah Dakwah Ideologis. Kalimat tersebut terdiri dari 2 kata yakni dakwah dan ideologis. Dakwah menurut bahasa adalah seruan, sedangkan menurut makna syar’inya adalah seruan kepada orang lain agar mengambil yang khoir (islam), melakukan kemakrufan dan mencegah kemungkaran. Atau juga dapat di definisikan dengan upaya untuk merubah manusia (baik perasaan, pemikiran, maupun tingkah lakunya) dari jahiliyyah ke islam, atau dari yang sudah islam menjadi lebih kuat lagi ke islamannya.

Definisi tersebut diambil dari hadist yang telah di sampaikan oleh Rasulullah SAW :

“siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangan dan jika dia tidak mampu, hendaknya mengubah dengan lisan, dan jika ia tidak mampu, hendaknya mengubahnya dengan hati. Sesunggunhya hal itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, A’nasa’I, Ibnu majah dari Abi sa’id Al-khudri).

Dan juga dari berdasarkan hadist Rasulullah yang lain :

“demi dzat yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, kalian harus menyerukan kepada kemakrufan dan mencegah dari kemungkaran, ataukah Allah Swt akan menurunkan siksa dari sisiNya kepada kalian, sehingga ketika kalian berdo’a, Dia tidak akan mengabulkan do’a kalian” (HR. At tirmidzi dari Huzaifah Al Yaman).

Dan juga berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 104 yang terjemahannya :

‘’Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imron 104 ).



Itulah gambaran tentang definisi dari dakwah. Dakwah bisa dilakukan baik secara individu, kelompok maupun negara, masing memiliki dasar dan arah perjuangan tersendiri dalam mencapai sebuah target dakwah. Ini terjadi karena perbedaan dalam memahami realitas pada sebuah pemikiran bagaimana membangkitkan masyarakat. Jika kita kaji secara mendalam, kita akan menemukan 3 target yang ingin dirain oleh sebuah gerakan atau orang yang ingin berdakwah . yakni gerakan yang memeperhatikan kepentingan individu, target memeperbaiki aqidah dan akhlaq individu, dan yang ketiga adalah target memperbaiki masyarakat. Akibatnya metode untuk meraih target pun menjadi berbeda.

Kemudia kita masuk dalam pembahasan ideologis. Mabda’ atau atau ideology oleh Muhammad Ismail dalam bukunya Al fikru Al Islamiy yang menyatakan bahwa ideology (mabda’) merupakan ‘aqidah ‘aqliyyah yanbatsiqu ‘anha an nizham artinya ‘aqidah ‘aqliyyah yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan (nidzham). Artinya menurut definisi ini, nampak bahwa sesuatu disebut ideology jika memiliki dua syarat, yakni memiliki ‘aqliyyah sebagai fikroh (ide) dan memiliki system (aturan) sebagai thariqah (metode penerapan). Bila tidak memiliki kedua hal tersebut, maka tidak bisa di sebut sebagai ideology.

Dakwah idologis artinya dakwah yang memiliki arah dan tujuan yang jelas, tidak karena factor banyak atau tidaknya pendukung gerakan itu yang menentukan bahwa gerakan dakwah itu ideologis atau tidak namun karena jelasnya fikrah dan thariqah yang di gunakan dalam rangka berdakwah untuk meraih target yang diinginkan.

Disamping itu harus juga dilihat bahaya idologis dalam berdakwah, apa maksudnya dengan berbahaya?.

Jika umat sudah tersadarkan tentang arah perjuangan yang ingin dicapai dengan cara telah tertanamkan edukasi kepada masyarakat hinggat telah ada kesadaran umum tentang target perubahan yang ingin di raih itu sesuatu yang sangat kita syukuri tentu saja, namun jika umat masih belum tersadarkan terhadap fikrah dan thariqah yang telah di embank oleh sebuah jamah dakwah, maka bahaya ideologis akan datang (khathr mabda’i). Boleh jadi sebagian umat menerima kepemimpinan sebuah jamaah dakwah, namun bukan atas dasar ideologi melainkan atas dasar yang lain seperti kemampuannya mengorganisasi acara, kecakapannya mendatangkan massa besar, kesungguhannya dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan bersama, dll. Akibatnya, tidak menutup kemungkinan, sekalipun tidak setuju dengan fikrah yang diperjuangkan, tetapi umat ’rela dipimpin’. Dalam kondisi demikian, ikatan kepemimpinan bukanlah mabda’ (ideologi), melainkan kepentingan.

Inilah yang harus selalu di perhatikan oleh komponen dakwah manapun khususnya bagi para pengemban dakwah yang bergabung pada sebuah kutlah dakwah. Kejelasan sebuah fikrah dan thariqah dakwah hendaknya yang menjadi tolak ukur ketika ingin bergabung dengan sebuah jamaah dakwah, tidak karena factor teman, ketidaksukaan terhadap individu, keluarga, masyarakat dan factor lainnya.

Dakwah idologis adalah dakwah yang mempunyai arah dan tujuan yang didalam dakwah itu tidak memiliki kepentingan apa-apa kecuali kepentingan untuk meraih ridhanya Allah semata.

Orang-orang beriman adalah mereka yang menjadikan ridha Allah sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan mereka dan berusaha keras untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam al-Qur’an, Allah menyebut mereka orang-orang yang berjuang dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Karena mereka telah mengabdikan hidup mereka untuk Allah dan bersedia mengorbankan segala sesuatu yang mereka miliki, harta dan lain-lainnya, untuk mencari ridha Allah dan mendapatkan surga-Nya, orang-orang beriman punya sifat-sifat penting yang memungkinkan mereka untuk menyibukkan diri, dan dalam keadaan yang sangat berat sekalipun, mengucapkan, Hasbunallah (cukuplah bagiku Allah). Mereka mendambakan keridhaan Allah.

Wallahu’alam bi shawab.

0 comments:

Posting Komentar

 

Mutiara Hadist

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada nabi setelahku” (Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil,)

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’juk lalu berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi”(Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a)

“Bani Israel dipimpin oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para kalifah yang akan menjadi penerusku (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

Postingan Terbaru

Recent Komentar